Sumatera Barat merupakan provinsi asri di
pesisir pantai barat pulau
Sumatera yang berhadapan langsung dengan Samudra Hindia. Provinsi ini memiliki beberapa gunung berapi,
lembah, serta aliran sungai yang menjadikan tanahnya subur. Sumatera
Barat juga memiliki banyak daerah yang bentangannya berupa rawa sebagai tampungan air dari hulu
yang menjadi tempat berkumpulnya berbagai jenis ikan, pepohonan, serta tanaman obat-tobatan.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi pilihan penduduk desa Pinagar, Pasaman, Sumatera Barat. Tanah
yang subur serta
cocok untuk ditanami kelapa sawit, dan keuntungan yang
menjanjikan menjadi salah satu alasan penduduk memilih jenis tanaman ini.
Tanaman kelapa sawit memiliki nama latin Elaeis Guineensis Jacq yang merupakan salah satu jenis tanaman
yang sangat
berpengaruh pada sektor pertanian pada umumnya dan sektor perkebunan pada khususnya. Hal ini dikarenakan tidak sedikit
wilayah yang maju karena berkebun sawit dan dinilai karena kelapa sawit dapat
dijadikan sebagai kebutuhan pokok masyarakat seperti minyak nabati.
Minyak nabati menjadi kebutuhan harian pokok bagi penduduk
Indonesia dipandang dari berbagai kacamata ekonomi; mulai dari kuliner,
kecantikan, kesehatan dan sebagainya. Melihat peluang yang cukup menggiurkan ini, penduduk desa Pinagar
tidak menutup mata, akan tetapi turut berpatisipasi aktif untuk mengeksekusi bibit
baru dari kelapa sawit agar menjadi tanaman yang produktif dan berguna hasilnya
untuk menaikkan perekonomian masyarakat desa Pinagar
Letak
Desa Pinagar yang berlokasi di kaki gunung talamau menjadikan tanah di desa ini
cukup subur untuk ditanami kelapa sawit. Oleh karena itu, agar pohon sawit yang
ditanam berbuah dengan maksimal, petani mengirigasi sawit dengan air setiap hari
dan dibuatkan parit kecil disekitar area pembibitannya. Bibit yang ditanam tidak
boleh terlalu dalam penggalian tanahnya, agar bibit yang ditanam tumbuh menjadi
bakal pohon yang sehat. Tunas kelapa sawit memiliki waktu 2 sampai 3
tahun hingga tumbuh menjadi tumbuhan kelapa sawit dewasa.
Untuk mengetahui metode yang tepat dalam pembibitan serta perawatan dari kelapa sawit, dapat dilakukan menggunakan dua tahap pengerjaan. Pertama, “Metode pembibitan satu tahap” yang berarti bibit kelapa sawit ditanam pada poly bag
yang berukuran besar atau secara langsung dilakukan pembibitan utama. Untuk tahapan kedua, disebut “Metode pembibitan dua tahap” yaitu bibit ditanam pada poly bag kecil sebagai tahapan awal. Setelah bibit menjadi tunas,
bibit tersebut dipindahkan pada poly bag
yang berukuran besar. Pada setiap metode yang digunakasn, memiliki keuntungan
masing-masing. Keuntungan dari metode satu tahap yaitu lebih hemat dalam
pembiayaan karena tidak harus membeli 2 jenis poly bag yang berukuran berbeda, sedangkan untuk penggunaaan metode
dua tahap lebih efisien dalam pemanfaatan lahan yang digunakan.
Agar
bibit tumbuh dengan baik, tumbuhan lain seperti rumput yang tumbuh di poly bag secara rutin dibersihkan dengan mekanisme manual. Selain pembersihan secara teratur, penyiraman juga dilakukan sesuai tempo yang telah ditentukan yakni pada pagi hari pukul
06.00 - 10.30
dan sore hari dimulai pukul 15.00 hingga selesai. Volume air yang disiramkan untuk sawit adalah 0,25 sampai dengan 0,5 liter per bibit.
Kelapa sawit
yang dikelola oleh penduduk desa Pinagar memiliki 3 - 5 buah untuk setiap pohon yang telah menghasilkan. Bobot dari masing – masing buah pun
bervariasi, mulai dari 40 kilogram hingga 60
kilogram yang dijual dengan harga Rp 1000/kg.
Sehingga, untuk sekali panen yang dilakukan setiap 2 minggu sekali,
satu pohon kelapa sawit menghasilkan
300 kilogram buah kelapa sawit murni yang akan diolah langsung oleh pabrik kemudian dijadikan sebagai bahan utama pembuatan minyak dari kelapa sawit.
Petani kelapa sawit mengumpulkan buah kelapa sawit
yang sudah dipanen di satu tempat yang telah dipersiapkan. Buah yang sudah dipanen nantinya
akan diangkut oleh pengepul yang sudah bekerja sama sebelumnya dengan para petani
untuk kembali ditimbang dan diangkut lalu didistribusikan kembali ke pabrik - pabrik
yang telah memesan pada pengepul tersebut. Disinilah terjadi adanya tawar – menawar hingga menemukan harga
yang akan ditetapkan sebagai pelepas buah sawit ketangan pengepul.
Melihat urgensi dari kelapa sawit dewasa ini dan masa
yang akan mendatang disorot dari kacamata kebutuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat, maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit secara tepat dan signifikan agar
sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu diantaranya adalah pengendalian hama dan penyakit
yang menjadi kendala bagi petani sawit dalam pengelolaan kelapa sawit itu sendiri.
Beberapa jenis hama dan penyakit pada kelapa sawit inilah
yang mempengaruhi tingkat mobilitas dari perekonomian penduduk desa Pinagar. Pengetahuan penduduk desa yang tidak berlatar belakang akademisi sesuai pada bidang pertanian,
menjadikan mayoritas penduduk desa menangani permasalahan hama ini dengan cara
yang tradisional yatu membubuhkan pestisida sebagai penghalau dari hama perusak tanaman.
Petani sawit
harus memperhatikan serangan hama dan penyakit tumbuhan lain yang akan merusak sawit. Serangan hama atau penyakit lain pada saat bibit masih berada dalam poly
bag dapat diberantas dengan diambil menggunakan tangan. Serangan penyakit yang berasal dari sejenis jamur dapat dikendalikan dengan fungisida yang banyak dijual di pasaran, seperti Dithane,
Sevin, dan Anthio dengan dosis sesuai yang dianjurkan.
Sangat disayangkan apabila pemerintah kurang memperhatikan sektor kelapa sawit dan tidak memberikan dukungan mengenai permasalahan ini. Selain menjadi penyerap tenaga kerja serta
wadah yang berpotensi besar untuk pendulang rezeki bagi penduduk di sekitarnya,
kelapa sawit juga dapat menjadi sumber pendapatan yang besar dalam pembagunan perekonomian
Indonesia. Karena tanaman kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang
dapat menjadi andalan di masa depan disebabkan oleh kegunaannya bagi kebutuhan manusia.
Produksi minyak sawit dunia didominasi oleh Indonesia dan Malaysia. Kedua Negara ini secara total menghasilkan sekitar 85 - 90% dari total produksi minyak sawit dunia. Pada saat ini, Indonesia adalah produsen dan eksportir minyak sawit yang terbesar di
seluruh dunia. Hal ini dapat dilihat dari
tabel berikut ini:
Ekspektasi Produksi Minyak Kelapa Sawit 2014:
1. Indonesia
|
33,000,000
|
2. Malaysia
|
19,800,000
|
3. Thailand
|
2,000,000
|
4. Kolombia
|
1,108,000
|
5. Nigeria
|
930,000
|
Dalam ton metrik
Sumber: Index Mundi (http://www.Indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166)
Sumber: Index Mundi (http://www.Indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166)
Produksi dan Ekspor Minyak Kelapa Sawit Indonesia:
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
2015
|
2016
|
|
Produksi
(juta ton) |
19.2
|
19.4
|
21.8
|
23.5
|
26.5
|
30.0
|
31.5
|
32.5
|
32.0¹
|
Export
(juta ton) |
15.1
|
17.1
|
17.1
|
17.6
|
18.2
|
22.4
|
21.7
|
26.4
|
27.0¹
|
Export
(dollar AS) |
15.6
|
10.0
|
16.4
|
20.2
|
21.6
|
20.6
|
21.1
|
18.6
|
18.6¹
|
¹ menunjukkan prognosis
Sumber: Indonesian Palm Oil Producers Association (Gapki) & Indonesian Ministry of Agriculture (http://www.Indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166)
Sumber: Indonesian Palm Oil Producers Association (Gapki) & Indonesian Ministry of Agriculture (http://www.Indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166)
Dapat
dilihat dari kedua data tersebut bahwa kelapa sawit sangat menguntungkan bagi
prekonomian Indonesia dinilai dari besarnya produksi kelapa sawit dan ekspor ke
negara negara lain, kelapa sawit sangat membantu perkebunan Indonesia dengan
mensejahterakan masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat perkebunan
kelapa sawit pada khususnya. Memperhatikan hal
diatas, enggan rasanya masyarakat desa Pinagar berpindah alih pada
sektor prekonomian lainnya.
Oleh karena itu, dukungan lebih dari pemerintah untuk
sektor perkebunan kelapa sawit bukan hanya akan membangun desa kecil pembudidaya
tanaman ini, akan tetapi juga dapat meningkatkan pendapatan daerah tersebut. (Tim Pengembaraan Divisi Gunung
Hutan Haihata 2016)