Kota Hujan, sebutan untuk
anak dari Ibu kota yang berada di provinsi Jawa Barat. Kota ini berada tepat di
wilayah selatan Jakarta, dengan jarak tempuh 59 Km hingga sampai di Kota Hujan.
Curah hujan yang tinggi menyebabkan kota ini hampir tidak pernah kering di
musim hujan terutama pada senja hari.
Bogor berada tepat pada
kaki Gunung Salak dan Gunung Gede. Lokasi ini menyebabkan kota bogor memiliki kekayaan
alam berlimpah berupa tanah yang subur disebabkan adanya lapisan dari endapan
erupsi vulkanik semasa lampau dari gunung yang pernah aktif. Selain adanya
Gunung Salak dan Gunung Gede, Kota Bogor juga memiliki berbagai macam gunung
dengan variasi ketinggian yang berbeda.
Pertanian dan perkebunan merupakan
mata pencaharian yang menjadi keunggulan perekonomian di daerah dataran tinggi.
Selain karena tanahnya yang kaya akan unsur hara, daerah dataran tinggi
memiliki sumber energi alternatif berupa angin dan air yang menyebabkan daerah ini
terbantu dalam bidang pertanian dan perkebunan. Bahan tambang mineral merupakan
komoditi unggulan selain dibidang pertanian dan perkebunan. Produk tambang yang
dihasilkan berupa; bauksit, emas, bijih besi, serta batuan kapur.
Wilayah dari batuan kapur
disebut juga sebagai kawasan Karst yang berada pada Kampung Cibuntu di Kecamatan
Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Terlihat dari keadaan wilayah yang
masih sangat sederhana, sehingga berpengaruh pada akses transportasi yang cukup
sulit untuk dijangkau dikarenakan kondisi jalan yang tidak mendukung untuk
wilayah yang dikelilingi gunung serta tebing. Saran muncul dari berbagai
kalangan masyarakat yang berkunjung didaerah ini, akan tetapi masalah yang dimiliki
oleh warga setempat adalah dana yang harus dikeluarkan untuk membangun akses
keluar kampung. Dana yang dikeluarkan warga tidak sebanding dengan keuntungan
yang akan diperoleh. Selain itu, minimnya dukungan pemerintah dalam pembangunan
infrastruktur daerah menjadi hambatan dalam merealisasikan perbaikan jalan
tersebut.
![](file:///C:/Users/SALMAR~1/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image002.gif)
Akses transportasi yang
sulit dijangkau, menyebabkan masyarakat di daerah ini lebih memilih bercocok
tanam, berkebun, berternak dan juga berladang untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, dari pada harus pergi ke
pasar untuk berdagang. Baik untuk dikonsumsi pribadi maupun sebagai alat
komoditas perdagangan. Tanaman yang ditanam oleh masyarakat setempat memiliki
ragam jenis yang bervariasi seperti; padi, timun suri, tomat, cabai, gambas dan
sayuran lainnya. Ladang yang dimiliki oleh masyarakat sekitar berupa daerah
persawahan, berbeda dengan ladang pada umumnya. Tidak menggunakan tehnik
terasering dalam penanamannya yang dialiri irigasi, ladang pada daerah ini
ditanam secara langsung di atas tanah.
Di
lihat dari potensi tanah yang subur, sangat disayangkan jika hasil dari
pertanian dan peternakan di desa ini hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
itu sendiri. Akan lebih menguntungkan jika hasil nya di perdagangkan sehingga
akan membantu meningkatkan rata rata pendapatan penduduk desa.
Sedangkan untuk bidang peternakan,
masyarakat mayoritas berternak kambing dan jenis unggas berupa ayam. Potensi lahan
rerumputan yang luas dan subur memudahkan peternak untuk memelihara hewan
ternak. Sering kali daerah ini dikunjungi oleh pendatang dari kota untuk membeli
hasil pertanian dan peternakan yang akan dijual kembali di kota. Karena akses
menuju desa ini terbilang masih cukup sulit untuk dijangkau, kegiatan ini
tidaklah dapat dilakukan dengan rutin. Sehingga, harga yang diberikan penjual
dipasar setelahnya relatif mahal. Hal ini di karenakan biaya menuju ke desa ini
relatif lebih mahal, sehingga untuk menyeimbangkan pengeluaran dengan
keuntungan yang di dapat, harga yang dijual menjadi lebih tinggi.
Kendala pada akses menuju
jalan masuk desa juga memberikan pengaruh yang signifikan kepada aspek
pendidikan yang di desa ini. Desa ini hanya memiliki sebuah sekolah sebagai
sarana pendidikan dari anak daerah dalam mengenyam pendidikan dasar. Tingkatan
pendidikan yang dimiliki hanya setingkat madrasah ibtidaiyyah atau dikenal
dengan setingkat sekolah dasar saja. Untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi, masyarakat desa harus menuruni lereng gunung dan menuju desa
di bawah kaki gunung untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik beruapa
sekolah lanjutan. Hal ini yang menyebabkan tingkat putus sekolah pada anak
daerah tersebut terbilang cukup tinggi. Mayoritas masyarakat yang
perekonomiannya menengah kebawah, tiidak menyanggupi untuk memfasilitasi
melakukan pendidikan diluar daerah yang memerlukan dana yan cukup besar.
Sehingga, para orangtua didesa ini memilih agar anak-anak mereka yang telah
mengenyam pendidikan dasar, membantu mereka diladng dan tidak lagi melanjutkan
pedidikan ketingkat yang lebih tinggi.
Melihat
banyaknya masalah yang di hadapi oleh desa ini menyangkut akses jalan untuk
transportasi menuju desa, maka dibutuhkan peran dari pemerintah sebagai naungan
dari keluhan masyarakat. Peran pemerintah sangat mempengaruhi bagi kemajuan
desa ini untuk kedepannya. Dana APBD yang telah dianggarkan oleh pemerintah,
tidak dapat lepas tangan dari kepedulian untuk pembangunan akses jalan yang
lebih baik menuju salah satu desa di daerah Bogor ini. Sehingga, kegiatan
sehari hari masyarakat akan lebih mudah dan akan menjadi udara baru bagi
masyarakat setempat untuk mengoptimalkan perekonomian di Desa. (Oleh : Tim Pengembaraan Divisi Penelusuran Goa 2016)
0 komentar:
Posting Komentar